Minggu, 21 November 2010

halal dan haram dalam perspektif islam

BAB
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fenomena yang terjadi saat ini, mayoritas manusia muslim tidak lagi memperdulikan urusan halal dan haram. Yang di utamakan adalah bagaimana manusia dapat memenuhi hajat hidupnya, baik primer, sekunder maupun style kemewahan. Sebagai contoh dalam urusan makanan dan minuman, ketika membeli produk ini jarang diperhatikan label halalnya. Sejak dahulu kala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh begitu juga islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh. Begitu pula urusan mencari kerja. Orang rela mengeluarkan uang untuk mendapatkan pekerjaan, baik diperusahaan, pabrik, maupun untuk menjadi pegawai negeri. Bahkan usaha tidak terpuji ini marak terjadi di dunia pendidikan.
Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.Apa makna dari halal dan haram dalam islam ?
2.Bagaimana prinsip-prinsip dalam islam mengenai halal dan haram ?
3.Bagaimana penerapan halal dan haram?

Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai ialah :
1.Ingin mengetahui makna halal dan haram dalam islam
2.Ingin mengetahui prinsip-prinsip islam mengenai halal dan haram
3.Ingin mengetahui penerapan halal dan haram
Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari Kata Pengantar, daftar isi,dan bagian-bagian penting yang terdiri dari empat bagian, yaitu Pertama : Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sistematika. Kedua : Pembahasan, yang yang meliputi isi atau bagian teori yang akan di bahas. Ketiga : Kesimpulan dan yang terakhir adalah daftar pustaka.









BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Halal dan Haram
Halal adalah istilah bahasa Arab dalam agama islam yang berarti “diizinkan” atau “boleh”. Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut dalam islam. Sedangkan dalam konteks yang lebih luas istilah halal merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan menurut hokum islam (aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian, dll).
Halal adalah segala sesuatu yang apabila digunakan tidak akan dikenakan sangsi dan apa saja yang dibolehkan oleh syariat untuk dilakukan (Al_Jurjani, stt:92). Hal ini dipertegas Yusuf Qardhawi (2003:31) bahwa halal adalah sesuatu yang dengannya terurailah hal yang membahayakan dan Allah memperbolehkan untuk mengerjakannya.
Haram lawan kata dari halal. Al-Ashfahani mengatakan bahwa haram adalah sesuatu yang dilarang, baik oleh kekuasaan ilahi (QS.Al-Qashas:12), manusia, atau larangan penguasa. Larangan ini baik dari aspek akal, syar’I, ataupun dari orang yang ditaati.
Prinsip-prinsip Islam tentang halal dan haram
Asal status hukum tiap-tiap sesuatu adalah mubah
Bahwa sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nash yang sahgas dari syar’i. kalau tidak ada nash yang sah misalnya karena ada sebagian hadits lemah atau tidak ada nash yang tegas yang menunjukan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana hokum asalnya, yaitu mubah. Oleh karena itu, barang siapa mengada-ada suatu cara ibadah yang timbul dari dirinya, apapun macamnya adalah suatu kesesatan yang harus ditolak.
Pokok dalam urusan ibadah tauqif (bersumber pada ketetapan Allah dan Rasul). Karena itu ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan, kecuali kalau disyariatkan oleh Allah SWT.
Menentukan halal dan haram semata-mata hak Allah Ta’ala
Bukan ulama, pendeta, raja, presiden atau anggota legislatif yang berhak menentukan halal dan haram. Barangsiapa bersikap demikian, berarti telah melanggar manusia. Dan barangsiapa menerima dan mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan mereka itu sebagai sekutu Allah. Para ahli fikih sedikitpun tidak berwenang menetapkan hokum syara ini boleh dan ini tidak boleh. Mereka dalam kedudukannya sebagai imam ataupun mujtahid, tidak suka berfatwa, satu sama lain berusaha untuk tidak jatuh kepada kesalahan dalam menentukan halaln haram.
Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.
Al-Qur’an menentang keras terhadap sikap orang-orang Arab musyrik yang berani mengharamkan atas diri mereka terhadap makanan dan binatang yang baik-baik, padahal Allah tidak mengizinkan-Nya. Di Madinah sempat timbul dikalangan pribadi-pribadi kaum Muslimin ada orang-orang yang cenderung berlebih-lebihan dan mengharamkan dirinya dalam hal-hal yang baik. Untuk itulah Allah menurunkan ayat-ayat hukum untuk menegakan mereka dalam batas-batas ketentuan Allah.
Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya.
Allah menentukan halal dan haram adalah justru ada beberapa alas an yang ma’qul (rasional) demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Allah tidak akan menghalalkan sesuatu kecuali yang baik dan tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali yang jelek. Dengan demikian mengharamkan sesuatu yang halal itu dapat membawa suatu keburukan dan bahaya, sedang seluruh bantuk bahaya adalah haram.
Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali disitu memberikan suatu ganti yang lebih baik guna mengatasi kebutuhannya itu. Allah Ta’ala mengharamkan manusia untuk mengetahui nasib dengan membagi-bagikan daging pada azlam, tetapi dibalik itu Ia berikan gantinya dengan doa istikharah. Allah mengharamkan mencari untung dengan menjalankan riba, tetapi dibalik itu Ia berikan ganti dengan suatu perdagangan yang membawa untung. Allah mengharamkan berjudi, tetapi dibalik itu Ia berikan gantinya berupa hadiah harta yang diperoleh dari berlomba memacu kuda atau unta. Allah telah mengharamkan zina tetapi dibalik itu Ia berikan gantinya berupa perkawinan yang halal. Allah mengharamkan minuman keras, tetapi dibalik itu Ia berikan gantinya berupa minuman yang lezat yang cukup berguna bagi rohani dan jasmani.
Apa saja yang membawa kepada yang haram adalah yang haram
Jika islam telah mengharamkan sesuatu, sarana dan cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Dosa perbuatan haram tidak terbatas pada pribadi si pelakunya itu sendiri secara langsung, tetapi meliputi daerah yang sangat luas sekali, termasuk semua orang yang bersekutu dengan dia baik yang meliputi keterlibatan-Nya itu. Semua orang yang membantu kepada orang yang berbuat haram, dia akan terlibat dengan dosanya juga.
Bersiasat terhadap hal yang haram, hukumnya adalah haram
Orang-orang Yahudi dilarang berburu pada hari sabtu, kemudian mereka bersiasat untuk melanggar larangan ini dengan menggali, sebuah parit pada hari jumat supaya pada hari sabtunya ikan-ikan bias masuk ke dalam parit tersebut dan akan diambilnya pada hari ahad. Cara seperti ini dipandang halal oleh orang-orang yang memang bersiasat untuk melanggar larangan itu, tetapi oleh ahli-ahli fikih dipandangnya suatu perbuatan haram, karena motifnya untuk berburu baik dengan jalan bersiasat maupun cara langsung. Termasuk bersiasat yaitu memakan sesuatu yang haram dengan nama lain, dan merubah bentuk, padahal intinya itu juga.
Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram
Niat yang baik itu dapat menggunakan seluruh yang mubah dan adat untuk berbakti dan taqqarub kepada Allah. Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Sebab islam selamanya menginginkan tujuan yang suci dan caranya pun harus suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat islam tidak membenarkan prinsip menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Menjauhkan diri dari syubhat karena takut telibat dalam haram
Syubhat adalah suatu persoalan yang tidak begitu jelas antara halal dan haramnya bagi manusia. Hal ini bias terjadi mungkin karena tidak jelasnya dalil dan mungkin karena tidak jelasnya dalil dan mungkin karena tidak jelasnya jalan untuk menerapkan dalil yang ada terhadap suatu peristiwa. Terhadap persoalan ini islam memberikan suatu garis yang disebut wara (suatu sikap berhati-hati karena takut berbuat haram). Dimana dengan sifat itu seorang muslim diharuskan untuk menjauhkan diri dari masalah yang masih syubhat, sehingga dengan demikian dia tidak akan terseret untuk berbuat kepada yang haram.
Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang
Tidak ada sesuatu yang diharamkan untuk sekelompok orang tetapi dihalalkan untuk sekelompok yang lain. Setiap yang dihalalkan Allah dengan ketetapan undang-undang-Nya berarti halal untuk segenap umat manusia. Dan apa saja yang diharamkan, haram juga untuk seluruh manusia.
Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang
Seorang muslim dalam keadaan yang sangat memaksa, diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan keadan dan sekedar menjaga diri ri kebiasaan. Tetapi tetap ada pembatasan terhadap si pelakunya yaitu dengan kata-kata tidak sengaja (tidak sengaja untuk mencari kelezatan) dan tidak melewati batas. Dari ikatan ini para ulama ahli fikih menetapkan suatu prinsip yaitu manusia sekalipun boleh tunduk kepada keadaan darurat, tetapi dia tidak boleh menyerah begitu saja kepada keadaan tersebut dan tidak boleh menjatuhkan dirinya kepada keadaan darurat itu dengan kendali nafsunya. Tetapi dia harus tetap mengikatkan diri kepada pangkal halal dengan terus berusaha mencarinya.
Penerapan Halal dan Haram
Dalam Makanan dan Minuman
Sejak dahulu kala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh begitu juga islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh. Dasar pokok pengharaman makanan dan minuman :
Al-Qur’an
•Halal-halal yang bersifat khabisat hukumnya haram dan yang bersifat thayyibat (enak bergizi, tidak menimbulkan penyakit, tidak kotor).
•Diharamkan memakan bangkai, darah, daging babi, daging binatang yang disembelih bukan karena Allah, binatangnya mati (karena tercekik, dipukul, diterkam binatang buas, ditanduk, jatuh, dan binatang sembelihan untuk berhala)
•Haram minum khamer dan jenis minuman lainnya yang mengganggu jalannya pikiran, judi, berkurban untuk berhala, dan mengadu nasib.
Sunnah
•Setiap binatang buas yang bertaring dan setiap burung yang bercakar, memakannya adalah haram
•Setiap yang memabukan adalah khamr. Setiap yang memabukan itu haram. Dan setiap yang memabukan, baik sedikit maupun banyak hukumnya haram.
•Rasulullah SAW melarang membunuh empat binatang melata seperti semut, lebah, berung hud-hud, dan burung suradi.
Dalam Pekerjaan
Sistem ekonomi dalam islam ditegakan pada asas memerangi riba dalam dan menganggapnya sebagai dosa besar yang dapat menghapuskan berkah dari individu dan masyarakat, bahkan dapat mendatangkan bencana di dunia dan akhirat. Dalam peraturan dan tuntutannya Islam menyuruh umatnya agar memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup, minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak terlibat dalam kemaksiatan itu. Karena itu islam mengharamkan semua bentuk kerjasama atas dosa dan permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materil, perbuatan ataupun perkataan. Demikian juga terhadap praktik suap menyuap Raslullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantaranya. Kemudian mengenai riba, hadits-hadits sahih yang sharih itulah yang menyiksa hati orang-orang islam yang bekerja di bank atau syirkah (PT) yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namnun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup kedalam system ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum. Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktikan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncanga perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada Negara dan bangsa. Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akal hal ini hendaknya bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan sisitem perekonomian kita sendiri, sehinnga sesuai dengan ajaran islam.



BAB III
KESIMPULAN

Makna halal adalah segala sesuatu yang diizinkan, menurut hukum islam (aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian, dll). Sedangkan makna haram menurut pandangan islam sesuatu yang dilarang, baik oleh kekuasaan ilahi (QS.Al-Qashas:12), manusia, atau larangan penguasa. Yang berhak menentukan halal dan haramnya sesuatu hanyalah Allah SWT. Secara teologis, pengharaman dan penghalalan sesuatu diluar otoritas yang dipunyai Allah adalah perbuatan yang bias dikategorikan sebagai syirik. Dan barangsiapa yang melakukannya maka dia telah melewati batas dan melampaui hak ketuhanan untuk makhluk, dan barangsiapa rela atas ilmu tersebut dan mengikuti jejaknya, maka ia telah menjadikan persekutuan kepada Allah dan masuk kategori syirik.
Prinsip-prinsip halal dan haram dalam islam:
1.Asal status hukum tiap-tiap sesuatu adalah mubah
2.Menentukan halal dan haram semata-mata hak Allah Ta’ala
3Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.
4.Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya.
5.Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
6.Apa saja yang membawa kepada yang haram adalah yang haram
7.Bersiasat terhadap hal yang haram, hukumnya adalah haram
8.Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram
9.Menjauhkan diri dari syubhat karena takut telibat dalam haram
10.Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang
11.Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang